Sunday, June 30, 2013

Two Semesters One Year: Goin' Places



Gak terasa udah dua semester gue “tinggal” di Jatinangor ini—

Oke, gue bohong. Dua semester. Satu tahun. Gak terasa? Bullshit.Terasa tentunya. Dari ujung kaki hingga ujung rambut. Lengkap dengan darah, keringat, dan air mata.

Satu tahun. Damn.Satu tahun udah gue habiskan di tempat ini. Di Jatinangor ini. Di tempat yang awalnya gak gue kenal ini. Dan sekarang—mau gak mau—akan gue habiskan untuk tiga tahun kedepan.

Well, shit.

For the heads up, postingan kali ini berisi deskripsi serta (sedikit atau banyak) pendapat gue tentang daerah Jatinangor, tempat kost, universitas, dan fakultas yang ada di keseharian gue.

Well, here we go...

Monday, June 24, 2013

Optimism



At least we’re still on one bed.

At least we’re still in one room.

At least we’re still on one floor.

At least we’re still in one house.

At least we’re still on one street.

At least we’re still in one city.

At least we’re still in one province.

At least we’re still on one island.

At least we’re still in one country.

At least we’re still in one continent.

At least we’re still in one planet.

At least we’re still in one solar system.

At least we're still alive.

At least we’re still exist.

At least we're still thinking.

At least we’re still...

At least...

...

Friday, June 21, 2013

Exam Thought



Why you didn’t do it?
Wait, what?

On the exam, why don’t you just... “cheat”?
Because I don’t like it?
Wait, who the fuck are you anyway?

I’m you, stupid.
You? Me? Wait, what?

Try to use that head of yours.
Hmmm...

...
Ah! From that time, eh?

Yep, now answer the question.
What question?

Holy-
Hahaha. Relax, relax...

Then answer it, dammit!
Yeah yeah. So... I didn’t do it because... well, ‘cause I don’t like it.

But noboy cares...
But I care. It’s about MYSELF.

Oh, come on. Nobody cares about how, they only care about the result.
Of course. But it’s not about them. It’s about ME.

Stubborn little asshole, aren’t you?
But I’m you. Remember?

...
HAH!

Back to the topic. Why you didn’t do it? It’s simple, it’s easy, no one cares. Only you and God knows about it.
Well, but if I let it happen, then it’ll eat me from the inside.

Such a poet, aren’t you?
Shut up.
But, for real. It ain’t that simple. Some people may ignore this thing, but me? I couldn’t. I wouldn’t.

But you do this kind of thing, right?
“Did” would be the right grammar. That’s not so long time ago though. But, hey, people changes, right?

If you said so...
Yeah.

...
Wait- just like that?

Yep.
Uh... so... bye?

Bye.
...

Sunday, June 16, 2013

My Very First Journalism Product (Kind of)



Di fakultas ilmu komunikasi atau yang biasa disingkat sebagai Fikom—dimana sampai sekarang “kom” masih dikira sebagai kependekkan dari “komputer” oleh beberapa orang, terdapat sebuah mata kuliah bernama Pengantar Ilmu Jurnalistik. Sesuai namanya, di mata kuliah ini diajarkan dasar-dasar yang ada di dalam dunia jurnalistik. Gue yang dari awal memang ingin masuk jurusan jurnalistik, merasa sangat antusias dengan mata kuliah yang satu ini.

Ditengah-tengah semester dua, gue kehilangan kata “sangat” pada kalimat terakhir paragraf di atas. Hal tersebut tidak lain dan tidak bukan akibat adanya mata kuliah-mata kuliah pengantar lain yang dicampurkan sehingga gue merasa semester dua di dunia perkuliahan ini mirip dengan semester dua kelas satu SMA. Berantakan, campur aduk, dan ruwet seperti rambut pubis.

Kembali ke mata kuliah PIJ, selain UAS tertulis, kami ditugaskan untuk mengerjakan sebuah tabloid dengan tema bebas. Setelah brainstorming sana-sini, maka gue dan beberap anggota kelompok lain memutuskan untuk membuat tabloid dengan tema “Jatinangor” sebagai bentuk kekecewaan kami saat diospek dulu.

Setelah perjuangan dan lelah yang luar biasa, akhirnya terciptalah tabloid keparat ini yang diberi nama J-POS. Di bawah ini gue sediakan link untuk mengunduh tabloid versi digital kami. Tabloid yang gue sediakan ini sama-sekali belum gue ubah dari bentuk terakhirnya (yang dicetak untuk dikumpulkan).


Kekurangan yang gue tahu adalah kurangnya konfirmasi nomor yang disediakan di dalam (padahal hal itu penting), lay-out yang masih kurang cantik (setidaknya gue jadi tahu Adobe InDesign), dan kurangnya foto untuk beberapa isi artikel.

So, what do you think about our tabloid? Give your comment below.

Sunday, June 9, 2013

Period

.

.

.

She snapped

.

.

He's being snapped at

.

.

.

.

Countdown

.

.

.

Hormones

.

.

.

.

.

.

Until next time,

.

.

.

.

victim

Saturday, June 8, 2013

Let us drink tonight for...

The missing cat.

The tasteless fair.

The hormones.

The sudden smile.

The so-close-yet-so-far stray kitten.

The assignments.

And the last but not least:

The headache.

Cheers.

Tuesday, June 4, 2013

"Harits Harits, Besok Gede Mau Jadi Apa?"



SD kelas satu. Waktu itu (dan sampai sekarang) hobi gue adalah menggambar. Kalau ditanya cita-citanya apa, gue waktu itu menjawab mantap “Arsitek!”. Beberapa saat pernah juga menjawab dengan lantang “Mekanik!” karena doyan ngotak-ngatik Tamiya (hahaha I know, right?) dan berbagai macam mainan (bahkan benda) eletronik lainnya.

Berbeda lagi saat kelas lima SD. Pada pelajaran bahasa Indonesia, pernah diberikan tugas untuk membuat komik. Komik yang waktu gue beri judul “Kejahatan” dan berkisah tentang perampokan suatu bank yang akhirnya digagalkan polisi mendapatkan nilai A- (hanya karena belum diwarnai), membuat gue tertarik untuk menjadi seorang komikus atau animator.

Saat masuk SMP, cita-cita gue gak terlalu berubah, hanya saja lebih terfokus dan yakin, yaitu menjadi seorang Character Designer. Kingdom Hearts II. Roxas, seorang karakter ciptaan Tetsuya Nomura inilah yang membuat gue tertarik untuk memilih pekerjaan tersebut. Hal tersebut memotivasi gue untuk terus menggambar, menggambar, menggambar, dan terus menggambar.

Kemudian... ah, masa SMA. Masa dimana gue menanggalkan cita-cita gue untuk menjadi seorang arsitek dan mekanik karea berhadapan dengan kacrutnya sistem pendidikan. Apa lagi kalau bukan permasalahan pemilihan jurusan (IPA, IPS, atau Bahasa). Masa dimana gue sejenak melupakan cita-cita gue, tetapi tetap melanjutkan hobi yang sudah gue cintai sejak SD. Masa dimana gue menyentuh permukaan “dunia nyata” dan fakta bahwa betapa kacrutnya “dunia nyata” tersebut.

Lulus SMA dan—menyesuaikan dengan dunia perkuliahan—gue menambah satu cita-cita lagi: jurnalis. Awalnya gue ingin menjadi seorang jurnalis karena tertarik untuk mengantarkan suatu kebenaran pada orang banyak. Selain itu gue juga suka menulis (blog ini contohnya). Tapi, di pertengahan semester, gue menetapkan (setidaknya untuk saat ini) cita-cita gue: menjadi seorang jurnalis video game.

Kenapa jurnalis video game? Sederhana saja, gue ingin mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan yang gue suka. Dan video game adalah salah satu dari sekian banyak hal yang gue suka. Seenggaknya, kalau pekerjaannya berat nanti, gue tetap semangat karena melakukan hal yang gue suka. Dan dibayar. Begitulah.

Gue sangat anti untuk kerja di dalam sebuah cubicle, menuruti perintah satu arah dari atasan, dan berbagai hal yang berhubungan dengan kerja kantoran. Gue ingin mengerjakan suatu hal yang berbeda, mengerjakan apa yang gue suka, dibayar untuk mengerjakan apa yang gue suka.

Untuk sekarang, segini aja dulu.