Belakangan ini, gue sering
bertanya ke diri gue sendiri: “Kenapa SMA dan perkuliahan rasanya (hampir) sama?”
Bukan, gue bukan sedang
membicarakan masalah sistem seperti “boleh memakai baju bebas”, “rambut boleh
panjang”, dan berbagai macam perbedaan sistem lainnya.
Yang gue bicarakan adalah “perasaan”
saat sedang menjalain perkuliahan, yang “rasa”nya hampir sama saat menjalani
masa-masa SMA.
Bingung? Oke, akan gue coba
jelaskan.
Saat lulus SD (swasta) dan masuk
SMP (negeri), gue merasakan perubahaan suasana yang amat jauh.
Mulai dari
orang-orangnya, guru-gurunya, terutama interaksi di sekolah, gue merasakan
perbedaan yang teramat jauh.
Contohnya adalah saat SD, waktu
istirahat biasanya lapangan digunakan untuk bermain bola sedangkan saat SMP, hal
tersebut sudah tidak lagi (hal ini juga yang menyebabkan hilangnya hobi bermain
bola gue). Selain itu, di SMP gue mengenal budaya teriak-ke-seseorang-yang-berjalan-sendirian-di-tengah-lapangan-kosong.
Bodoh? Tentu saja, tapi gue lebih bodoh lagi karena ikut-ikutan.
Iya, pada masa SMP, gue hanya
seonggok bocah yang merasa keren karena ikut-ikutan.
Di SMP itu juga gue (menurut gue)
berada di titik terendah dalam hidup gue. Salah memilih teman, logika yang
salah, sok mengenal cinta, sikap dan pola pikir dan lain-lain. Pokoknya kalau
sekarang gue bertemu dengan diri gue sendiri di masa SMP, udah pasti gue
pukulin.
Untungnya, waktu itu gue belum
mengenal yang namanya Twitter.
Berlanjut ke SMA, gue (untungnya)
mengalami perubahan lagi. Gue menyesali sikap gue di SMP dan gue—layaknya burung
phoenix yang muncul dari debunya sendiri—menjadi diri gue yang baru. Hal itupun
akibat gue bertemu dengan mereka mereka yang membuat gue nyaman menjadi diri
gue sendiri.
*tinju lengan*
Selain itu, pola pikir gue
mengalami perubahan drastis. Tentang cara berpikir, cara berpendapat, tentang
cinta, dan berbagai macam hal lainnya mengalami perubahan yang akhirnya membuat
gue bangga dengan diri gue sendiri.
Selain hal baik, tentu saja gue
mengenal hal buruk. Untungnya gue gak masuk ke dalam hal buruk ini.
Hal buruk yang gue bicarakan
adalah suatu sistem bullying legal yaitu PAB/MOS/LDK.
Gue merasa itu sistem terbodoh
yang ada di dunia ini. Sekelompok orang yang baru masuk ke suatu tempat baru,
pasti membutuhkan pertolongan untuk mengenal tempat tersebut. Tapi bukannya
dibantu, malah ditindas dan diberi teriakan.
Sebut gue manja/cengeng, tapi gue
sama sekali gak suka diteriakin di depan wajah. Apapun alasannya.
Jangan salah, gue menikmati waktu
yang gue habiskan di KIR (minus di-PAB-kan dan meng-LDK-kan), tapi sampai sekarang,
gue gak pernah merasa diterima di ekskur tersebut.
Hmmm... entah kenapa rasanya gue menemukan
jawaban untuk pertanyaan gue.
Oke, kembali ke pertanyaan awal
gue: “Kenapa SMA dan perkuliahan rasanya (hampir) sama?”
Mungkin karena mindset gue gak
mengalami perubahan yang teramat drastis, mungkin karena gue diterima di
fakultas yang unik ini dengan cara yang teramat kekanak-kanakan layaknya
PAB/MOS/LDK di masa SMA, mungkin karena gue menemukan teman-teman baru yang
nyaman yang mirip dengan teman-teman SMA waktu pertama kali gue menjejakkan
kaki gue di tempat itu.
Mungkin...
p.s. For all the people whom I
considered as “friend”: Thanks, buddy.