Mirip dengan ospek, Ramadhan di Indonesia ini gak jauh dari
suatu kebiasaan yang turun-temurun dilakukan oleh penduduknya. Kebiasaan inipun
berubah—entah menjadi lebih baik atau buruk—mengikuti zaman. Gue (dan mungkin
mayoritas penduduk Indonesia) belum tahu kapan dan oleh siapa kebiasaan ini
dimulai, tetapi tetap melakukannya—baik terpaksa atau tidak. Seperti yang gue
bilang, mirip ospek, kan?
Mungkin perlu gue ingatkan kalau kalian mengharapkan suatu insight mendalam dengan data yang gue paparkan di
sana-sini, maka dapat gue yakinkan kalau hal tersebut tidak ada di postingan
ini. Mungkin. Seperti biasa, postingan ini akan berisi pendapat demi pendapat
gue tentang suatu hal. But it doesn’t
mean you should stop reading this post though.
SO, PLEASE KEEP
READING!
Sahur... Sahur...
Buat yang belum tahu, sahur adalah waktu dimana kami yang
menjalankan puasa bangun untuk makan, jadi ya artikan saja sahur sebagai
sarapan (di pagi hari buta). Nah, di sahur ini ada dua macam kebiasaan: yang
pertama adalah membangunkan orang-orang untuk sahur. Menggunakan suara-suara
berisik—dari perkusi buatan tangan hingga speaker mesjid, seseorang atau
sekelompok orang membangunkan orang-orang yang tinggal dalam suatu daerah,
tanpa peduli orang tersebut memiliki alarm atau tidak, serta beragama islam
atau tidak. Bhinneka Tunggal Ika, kawan.
Kebiasaan yang kedua adalah: acara sahur. Acara sahur inipun
terbagi dua: satu berjenis sketsa komedi, dan yang satunya lagi berbentuk
sinetron (yang menurut gue tidak ada masalah karena sehari-hari mayoritas
penduduk Indonesia senang dicekoki sinetron). Sebagai seorang bocah berumur 18
tahun, dapat gue katakan kalau acara sahur berjenis sketsa komedi saat gue SD
dapat dinikmati, sangat jauh berbeda dengan sekarang. Bahkan, gue rasa “sketsa
komedi” bukan merupakan definisi yang tepat untuk acara ini. Ditambah,
acara berjenis ini sering mendapat peringatan dari KPI (Komisi Penyiaran
Indonesia).
Bukannya mengandalkan kemampuan akting pengisi acaranya
dalam menjalani suatu peristiwa lucu seperti sketsa komedi lainnya, “acara
sahur” ini tidak memiliki jalan cerita yang jelas, malah mengandalkan slapstick kasar, ejekan fisik, hingga
tarian dengan gerakan serta nama yang sama-sama memberikan reaksi negatif.
Hiburan memang hiburan dan reaksi orang memang berbeda-beda, tetapi menurut gue
pribadi, apakah acara seperti ini merupakan acara yang tepat sebagai teman
seorang muslim dalam melaksanakan sahur di pagi buta? Jawaban gue:
Tambahan: dari yang gue perhatikan, banyak bermunculan
lomba-lomba bertema islami dengan peserta dari anak kecil hingga dewasa. Gak
ada yang ingin gue komentari tapi tercetus satu pertanyaan: Kira-kira bagaimana
nasib mereka nanti setelah Ramadhan selesai, ya?
What’s Wrong With My Tv?
Setelah sahur, biasanya akan ada serangkaian acara bertema
islam. Saat gue bilang “serangkaian”, maka yang gue maksud adalah “dari setelah
sahur hingga waktu sahur kembali”. Mungkin terdengar berlebihan, tapi sebagai
seseorang yang terbiasa untuk tidak tidur setelah sahur, gue tahu apa yang gue
bicarakan. Kira-kira begitulah.
Beberapa acara memperlihatkan usaha tim produksi dalam
membuatnya, beberapa acara lainnya hanyalah kumpulan video YouTube yang bertema
sama (yang masih berhubungan dengan islam), dan beberapa acara lainnya (dan
yang ini yang menurut gue menyebalkan) adalah acara yang sehari-hari biasa ada
di televisi tetapi diselipkan bacaan suci di beberapa segmen. Ada yang bisa
dinikmati, ada juga yang tidak.
Tapi tunggu, bagaimana dengan penduduk kristen, misalnya, (atau
bahkan muslim) yang tidak ingin menonton seseorang solat dalam air atau acara
bertema islami lainnya? Silahkan ganti ke tv kabel atau lakukanlah hal lain.
Bhinneka Tunggal Ika, kawan.
Bhinneka Tunggal Ika, kawan |
Slap A Sticker Here and There
Sama halnya dengan acara televisi, iklanpun tidak terhindar
dari “islamisasi”. Ambil iklan yang biasa ada sehari-sehari, ganti suasana
iklan menjadi suasana Ramadhan, ganti pakaian bintang iklan yang ada dengan
pakaian bernuansa muslim dan selamat! Anda telah menghasilkan iklan Ramadhan!
Selain iklan tersebut, terdapat juga iklan yang terdiri dari
beberapa episode yang entah kenapa terkadang sudah menampilkan suasana lebaran
terlebih dahulu padahal masih di pertengahan bulan Ramadhan.
Reunion, Sahur on The Road, and That Kind of Stuff
Acara favorit orang-orang yang sering teriak “kangen” pada
teman sepermainannya padahal baru lulus UN beberapa menit yang lalu. Gue
pribadi belum pernah mengikuti acara macam ini karena (sama sekali) tidak tertarik sehingga tidak bisa banyak berkomentar. Intinya sih, acara ini adalah makan-makan bersama kawan-kawan dari satu titik ke titik lain sambil memberikan makanan ke orang miskin yang ada di jalan, kira-kira begitu. Tapi terkadang bisa jadi seperti ini.
Anti-social? Nah, I’m
just prioritising my time. Now fuck off (after you read this whole post).
Omong-omong, bocah yang kecelakaan hingga menghilangkan nyawa penumpang mobil yang dia bawa apa kabarnya, ya?
Home Sweet Home
Mudik, adalah suatu kebiasaan (yang katanya hanya ada di
Indonesia) dimana para perantau yang berada di kota besar (biasanya Jakarta)
kembali ke kampung halaman masing-masing. Sebagai mahasiswa yang merantau dari
Jakarta ke Jatinangor, gue mengerti perasaan mereka. Kembali ke rumah, bertemu
orang tua, yah, memang menyenangkan. Serta Jakarta yang menjadi sepi, memang
menyenangkan.
TAPI, pelaksanaannya teramat berantakan. Pelabuhan terlalu
penuh, stasiun terlalu penuh, hingga terminal bis serta kendaraan umum di
masing-masing tempat sering melebih kapasitas. Itu baru kendaraan umum,
kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor turut memenuhi jalan-jalan ke
luar kota, baik jalan tol maupun jalan alternatif. Macet hingga berhari-hari?
Sudah biasa. Korban jiwa (hingga melebihi angka 666)? Sudah biasa.
Dukungan dari pemerintahpun terlihat minim (seperti biasa) tapi
rasanya gue gak perlu berkomentar banyak mengenai yang satu ini.
Gue benar-benar bersyukur gak perlu terjebak kebiasaan yang
satu ini, karena baru terjebak macet satu jam di Jakarta saja sudah membuat gue
mual, entah bagaimana kalau enam jam (lebih).
Keep safe, people.
Keep safe.
As Quick as A Lightning (Kind of)
Pesantren Kilat *efek suara petir*
Merupakan suatu event yang sering dilaksanakan sekolah atau
suatu institusi dalam memenuhi kebutuhan beragama anak-anak hingga dewasa. Mau
dilaksanakan di sekolah maupun di suatu tempat yang tidak terlalu jauh, intinya
tetap sama: Mengisi hari dengan kegiatan dan ilmu islami + outbond (it’s the only part I like) + usaha seorang ustad dalam
membuat peserta pesantren menangis di malam hari (wait- what?).
Kurang-lebih sudah lima kali gue menjalani pesantren dan
pengalaman gue dapat gue simpulkan dalam satu kata: Bosan.
It’s like doing the
same thing over and over again yearly. Oh, wait- IT IS!
Some enjoyed it and
some didn’t. Guess which category I was in.
Then again, I was
forced to do that kind of thing.
Money Money Money
Ada yang memanjat tower SUTET karena suaminya tidak memberikan
uang yang cukup untuk membeli baju lebaran. Ada yang merampok agar memiliki
uang yang cukup untuk membeli barang baru. Ada warga yang berbondong-bondong
mendatangi suatu bazar di daerahnya untuk membeli pakaian bekas agar mendapatkan
pakaian baru untuk dipakai di Hari Raya nanti. Dan lain-lain.
Memang banyak diskon di sana-sini, dari 20% hingga 80%. Tapi
untuk apa?
Calm your ego, if your
clothes and stuffs are still good, then just use it again.
Things for Later
“Lebaran sebentar lagi...”
“Sebentar” merupakan kata yang subjektif, tapi satu hal yang
pasti: sekarang belumlah lebaran.
Selain di saat berpuasa, ada juga kebiasaan yang terjadi di
hari H lebaran. Nah, yang satu ini akan gue bahas di lain kesempatan. Semoga.
Jadi, adakah suatu kebiasaan Ramadhan yang gue lewati? Atau ingin
berkomentar mengenai isi postingan ini? That’s
what comment section for, buddy.
sumber gambar: Google Image Search
No comments:
Post a Comment