Sunday, December 23, 2012

Pisau Taring



Serigala itu berjalan membentuk lingakaran.
Memperlihatkan taringnya dengan air liur menetes dari mulutnya.
Matanya yang hitam gelap fokus kepada mangsanya.
Hanya dia dan mangsa.

Pemburu itu berdiam dalam lingkaran.
Memperlihatkan pisaunya dengan darah menetes dari ujungnya.
Matanya yang coklat tajam fokus kepada mangsanya.
Hanya dia dan mangsa.

Nafas yang terlihat di udara yang dingin.
Senjata yang siap digunakan.
Jejak pada salju.

Bulan bercahaya dengan terang.
Langit dengan lautan bintang.
Hanya untuk mereka berdua.
Sepasang makhluk kecil di alam semesta yang luas.

Monday, December 17, 2012

Hitam Putih



Dua buah bola.

Satu berwarna putih cerah.

Satu berwarna hitam gelap.


Di suatu ruang, hanya berdua.

Melewati waktu yang lamanya tidak bisa dijelaskan.


Suatu ketika, bola putih mengeluarkan sayap.

Ia bergerak, berputar, berputar, dan terus berputar mengelilingi bola hitam.


Melihat bola putih yang dapat bergerak bebas, bola hitam berusaha mengeluarkan sayap.

Tetapi gagal.

Ia mencobanya lagi.

Kembali gagal.


Gagal.

Gagal.

Gagal.


Perlahan-lahan bola putih semakin meninggi.

Meninggalkan bola hitam yang masih berusaha menumbuhkan sayap.


Bola putih dengan riang terbang semakin tinggi.

Sedangkan bola hitam tidak mau ditinggalkan sendiri.


Bola hitam pun marah.

Ia mengeluarkan sulur dari tubuhnya tanpa sepengetahuannya.
Mengejar bola putih yang tinggi di atas.


Berusaha meraih.

Berusaha menangkap.

Berusaha menelan.


Apapun, agar mereka dapat kembali sejajar.






inspired by freeware game: Phyta

Kubus



Di sanalah aku dulu. Bersama mereka yang di dalam sana.

Di dalam kubus kaca tipis. Terpisah dari dunia luar.


Setiap mata yang lewat menyempatkan beberapa detik waktunya untuk melihat ke dalam.

...

Ya, hanya melihat. Kemudian melanjutkan hidup mereka masing-masing.


Terkadang satu atau dua dari mereka berusaha meraih salah satu dari kami.

Walaupun hanya sedikit yang berhasil.


Entah dapat dibilang beruntung atau tidak, aku adalah satu dari kami yang berhasil diraih.

Keluar, berada di dunia luar.

Yang menurutku biasa-biasa saja. 


Aku tetaplah aku. Makhluk kecil yang masih terjebak di suatu kubus, walau bahkan kubus itu sudah tidak ada lagi...

...atau masih?

Entah.

Saturday, December 15, 2012

"Lisan Saja Tidak Cukup"



Pada tanggal 14 Desember 2012 kemarin, dJATINANGOR (Lembaga Penerbitan Pers Mahasiswa di Fikom) mengadakan suatu workshop dengan tema “Eksis di Dunia Maya Berbasis Jurnalisme” dengan narasumber dari TEMPO. Buat gue, ini adalah suatu seminar yang gue ikuti (secara sukarela) untuk pertama kalinya. Alasannya pun tak lain dan tak bukan karena pada semester tiga nanti, gue akan memilih jurnalistik. Jadi, bagaimana acaranya?

Let's do this

 Untuk jadwalnya, pada pukul 14.00 gue udah bisa masuk ke dalam ruangan dengan memberikan tiket yang dibeli dengan harga sebesar Rp15.000 dengan angket kecil serta snack. Acaranya sendiri baru dibuka oleh sepasang MC  pada jam dua lewat beberapa menit.

Moodbooster it is
 Setelah berbasa-basi untuk beberapa menit, akhirnya acara masuk ke sesi pertamanya, yaitu... penampilan musik. Oke, pada awalnya, gue gak ngira bakal ada musik di suatu seminar, tapi setelah membawakan tiga lagu, ternyata sesi ini efektif juga untuk membangkitkan mood peserta seminar  yang menurut gue mungkin pada ngantuk karena udaranya yang dingin akibat ruangan yang ber-AC dan di luar sedang hujan deras. 


”Jika ingin media Anda dilirik orang, tulislah yang tidak ada di media massa”

Selanjutnya, sekitar pukul 15.00 diberikan sambutan oleh pemimpin umum dJATINANGOR dan pembina UKM tersebut.  Bapak pembina (yang gue lupa catat siapa namanya) memberikan pendapatnya mengenai pers mahasiswa pada jaman sekarang. Menurutnya, masalah klasik pers mahasiswa yang sudah ada dari dulu adalah tempo: Tempo-tempo terbit, tempo-tempo tidak. Beliau mengatakan kalau masalahnya bukan pada uang, melainkan pada pengelolanya. Jika pengelolanya bisa mengatur pembagian waktu kuliah dengan menulis berita, maka tidak akan ada masalah pada penerbitannya. Selain itu, beliau menekankan pada eksklusivitas berita yang disajikan, ”Jika ingin media Anda dilirik orang, tulislah yang tidak ada di media massa”. Terakhir, beliau berpendapat bahwa makalah, tesis, dan disertasi mahasiswa dan dosen yang ada di Unpad banyak yang bagus tetapi tidak dilirik wartawan luar, kenapa tidak mengangkatnya?

Gue cuma kenal yang paling kanan

Setelah diberikan sambutan, tiga awak dJATINANGOR maju ke depan untuk menjelaskan apa itu online journalism pada peserta sekaligus meluncurkan website mereka yaitu www.djatinangor.com. Sesuai namanya, online journalism adalah suatu kegiatan jurnalistik yang hasilnya didistribusikan di melalui internet. Kelebihan dari online journalism sendiri adalah bisa memiliki audio + video—yang sampai saat ini belum bisa dilakukan pada media cetak, lebih aktual karena bisa di-update kapan saja, tidak hanya sekilas seperti berita-berita yang disajikan pada televisi atau radio, dan para pembaca dapat berpartisipasi pada komentar ataupun forum yang ada pada web tersebut.

Mengenai website dJATINANGOR, kita sebagai mahasiswa Unpad dapat mengirimkan berita, opini, atau review ke e-mail info@djatinangor.com atau redaksi@djatinangor.com.


Acara inti

Masuk ke acara inti, segmen ini dibawakan oleh seorang dosen Mankom (Manjemen Komunikasi), Bapak S Kunto Adi Wibowo dengan narasumber Kepala Biro TEMPO Jabar-Banten, Ibu Eni Saheni.
Ibu Eni menjelaskan bagaimana pertumbuhan online di Indonesia terus meningkat. Pengguna internet, penjualan smatphone dan tablet PC yang terus bertambah setiap tahunnya. Itulah pasar yang ada di luar sana, hal itu jugalah yang menurut dia membuat online journalism sebuah prospek yang amat baik untuk diambil.

Beliau kemudian menjelaskan bagaimana pesatnya pertumbuhan website TEMPO. Tempo.co (yang pada awalnya bernama TEMPO Interaktif) merupakan portal berita pertama yang muncul pada tahun 1994. Website tersebut beru dibenahi pada tanggal 17 Agustus 2008. Sejak itu, pengunjung website tersebut terus mengalami peningkatan. Beliau juga mengatakan bahwa masa depan TEMPO berada pada iOS, Android, serta Blackberry.

Terakhir, beliau menjelaskan apa saja yang diperlukan dJATINANGOR dalam menghadapi persaingan media online:

- Siapa yang paling cepat memberitakan?
Dengan cepatnya arus informasi sekarang ini, perbedaan waktu yang hanya beberapa menit  dapat menentukan website mana yang lebih diminati.

- Berita mana yang lebih kredibel?
Lebih cepat tidaklah cukup, karena dari itu konfirmasi diperlukan terutama jika berita yang dikeluarkan dapat berpengaruh terhadap ketakutan suatu daerah. Beliau memberi contoh antara tempo.co dengan portal berita lainnya dalam menangani masalah kemungkinan tsunami di Papua beberapa tahun lalu, diperlihatkan suatu portal berita memberitakan bahwa daerah Papua akan terkena tsunami sedangkan tempo.co terlebih dahulu mengkonfirmasikan keadaan yang ada kemudian memberitakan bahwa Papua tidak terkena tsunami.

-Lebih Memikat?
Tampilan suatu portal berita juga akan berpengaruh pada tingkat akses website tersebut. Semakin menarik maka semakin banyak pula yang akan mengaksesnya.

-Lebih Dalam?
Dalam membahas suatu peristiwa, bahaslah dari awal hingga akhir.

Sesi paling akhir adalah sesi tanya jawab. Sayangnya, gue gak mencatat apa saja pertanyaan yang ditanyakan sehingga gak bisa menuliskannya di sini dengan baik. Karena itu gue memutuskan untuk gak gue tulis di sini. Sorry.

Dan acara pun berakhir, overall gue puas dengan acara yang gue datangi ini. Gue dapet info + sertifikat yang pastinya akan berguna suatu saat nanti.

Dan acara pun selesai


Thursday, December 13, 2012

Freeware for Today: Iji



Oke, oke, di kesempatan kali ini—walaupun seharusnya gue memprioritaskan makalah PKn—gue akan memperkenalkan kalian dengan sebuah game freeware (sebuah software tapi gratis, ini beneran gratis bukan “gratis”). Nama freeware tersebut adalah... Iji.


Tuesday, December 4, 2012

What Will You Tell Them?



Ada pertanyaan dari dosen gue tadi pagi dan sampai saat gue menulis ini, belum bisa menemukan jawabannya.

Inti pertanyaannya kira-kira begini:

Thursday, November 15, 2012

Need for Speed Prostreet, A (Very) Late Review



Seri video game Need for Speed baru saja mengeluarkan edisi terbarunya: Most Wanted (bukan, bukan Most Wanted yang ini). Nah, di kesempatan ini, gue akan dengan senang hati memberikan pendapat gue tentang game tersebut... kalau saja gue udah punya game-nya. Oleh karena itu, di postingan ini gue akan me-review game dari seri Need for Speed yang mungkin udah bisa dibilang lama *mendadak berasa tua* tapi sedang asik-asiknya gue mainin di laptop: Need for Speed Prostreet.

Wednesday, November 14, 2012

Hey, Blackout, Why Are You So... Black?



Oh. God. Why.

Baru beberapa menit setelah gue nge-post salah satu masalah kecil di kosan ini, masalah kecil lainnya datang menghampiri.

Mati listrik. Atau yang biasa kita sebut dengan mati lampu, padahal salah karena yang mati bukan hanya lampu melainkan seluruh barang yang menggunakan listrik. Kalau begitu kenapa dari kecil kita diajarkan bahwa kondisi dimana listrik itu tidak menyala dinamakan “mati lampu”? Hmmm...

Uh, oke, cukup pelajaran bahasa dari gue, kembali ke masalah mati listrik/lampu.

Laptop. Hmmm... yang pasti gue harus menghemat penggunaan laptop karena gak bisa di-charge. Oleh karena itu gue merasa agak beruntung karena saat gue make laptop ini untuk nulis, masih ada kurang lebih 25% baterai yang tersisa. Apa yang akan terjadi setelah baterai 25% ini habis? Itu dia yang menjadi masalah.

Handphone. Dari awal gue ngekos di sini, koneksi emang udah jadi masalah, terutama koneksi buat internetan lewat HP. FYI, hanya ada dua provider yang koneksinya bagus di sini dan gue make salah satu dari provider itu, tapi mahal. Banget. Jadinya gak bisa internetan lewat HP tapi seenggaknya itu hal bagus karena mengehemat baterai HP sehingga masih ada hiburan di kala gelap ini. Terus apa yang terjadi setelah baterai HP ini habis? Itu dia yang menjadi masalah lagi.

Senter. Yak, ini dia penyelamat utama dari mati listrik dengan cahayanya yang amat terang dan suci. Tapi kalo gue nyalain terus menerus, senternya  makin lama berasa makin panas dan itu bukan hal yang baik, kan? Ya kan?

Lilin. Brengseknya, satu-satunya lilin yang gue punya cuma lilin ulang tahun yang sangat amat teramat kecil dan dengan daya tahan yang amat teramat sebentar. Belum lagi masalah harus di mana gue meletakkan lilinnya. Piring? Males nyucinya. Langsung di lantai? Gak enak diliatnya.

Dan akhirnya otak pemalas gue mencetuskan suatu ide. Menggunakan sobekan kertas sebagai tatakan lilin. Berhasil? Bisa dibilang iya, bisa dibilang enggak. Iya, karena sisa-sisa lilinnya jadi lebih gampang dibersihin. Enggak, karena lilinnya terkadang malah ngebakar kertas dan bikin masalah baru berupa asap.

Selanjutnya gue ganti kertas dengan tissue basah dan... malah membuat suatu masalah yang lebih besar yang sulit untuk dijelaskan di sini.

Dan akhirnya gue pasrah dan menghabiskan waktu di dalam kegelapan.

Jadi, intinya: Blackout sucks and isn’t supposed to happen.