Wednesday, July 31, 2013

So, Why Are We Doing These In Ramadhan Again?



Mirip dengan ospek, Ramadhan di Indonesia ini gak jauh dari suatu kebiasaan yang turun-temurun dilakukan oleh penduduknya. Kebiasaan inipun berubah—entah menjadi lebih baik atau buruk—mengikuti zaman. Gue (dan mungkin mayoritas penduduk Indonesia) belum tahu kapan dan oleh siapa kebiasaan ini dimulai, tetapi tetap melakukannya—baik terpaksa atau tidak. Seperti yang gue bilang, mirip ospek, kan?

Mungkin perlu gue ingatkan kalau kalian mengharapkan suatu  insight  mendalam dengan data yang gue paparkan di sana-sini, maka dapat gue yakinkan kalau hal tersebut tidak ada di postingan ini. Mungkin. Seperti biasa, postingan ini akan berisi pendapat demi pendapat gue tentang suatu hal. But it doesn’t mean you should stop reading this post though. 

SO, PLEASE KEEP READING!


Sahur... Sahur...

Buat yang belum tahu, sahur adalah waktu dimana kami yang menjalankan puasa bangun untuk makan, jadi ya artikan saja sahur sebagai sarapan (di pagi hari buta). Nah, di sahur ini ada dua macam kebiasaan: yang pertama adalah membangunkan orang-orang untuk sahur. Menggunakan suara-suara berisik—dari perkusi buatan tangan hingga speaker mesjid, seseorang atau sekelompok orang membangunkan orang-orang yang tinggal dalam suatu daerah, tanpa peduli orang tersebut memiliki alarm atau tidak, serta beragama islam atau tidak. Bhinneka Tunggal Ika, kawan.

Kebiasaan yang kedua adalah: acara sahur. Acara sahur inipun terbagi dua: satu berjenis sketsa komedi, dan yang satunya lagi berbentuk sinetron (yang menurut gue tidak ada masalah karena sehari-hari mayoritas penduduk Indonesia senang dicekoki sinetron). Sebagai seorang bocah berumur 18 tahun, dapat gue katakan kalau acara sahur berjenis sketsa komedi saat gue SD dapat dinikmati, sangat jauh berbeda dengan sekarang. Bahkan, gue rasa “sketsa komedi” bukan merupakan definisi yang tepat untuk acara ini. Ditambah, acara berjenis ini sering mendapat peringatan dari KPI (Komisi Penyiaran Indonesia).

Bukannya mengandalkan kemampuan akting pengisi acaranya dalam menjalani suatu peristiwa lucu seperti sketsa komedi lainnya, “acara sahur” ini tidak memiliki jalan cerita yang jelas, malah mengandalkan slapstick kasar, ejekan fisik, hingga tarian dengan gerakan serta nama yang sama-sama memberikan reaksi negatif. Hiburan memang hiburan dan reaksi orang memang berbeda-beda, tetapi menurut gue pribadi, apakah acara seperti ini merupakan acara yang tepat sebagai teman seorang muslim dalam melaksanakan sahur di pagi buta? Jawaban gue:



Tambahan: dari yang gue perhatikan, banyak bermunculan lomba-lomba bertema islami dengan peserta dari anak kecil hingga dewasa. Gak ada yang ingin gue komentari tapi tercetus satu pertanyaan: Kira-kira bagaimana nasib mereka nanti setelah Ramadhan selesai, ya?


What’s Wrong With My Tv?

Setelah sahur, biasanya akan ada serangkaian acara bertema islam. Saat gue bilang “serangkaian”, maka yang gue maksud adalah “dari setelah sahur hingga waktu sahur kembali”. Mungkin terdengar berlebihan, tapi sebagai seseorang yang terbiasa untuk tidak tidur setelah sahur, gue tahu apa yang gue bicarakan. Kira-kira begitulah.

Beberapa acara memperlihatkan usaha tim produksi dalam membuatnya, beberapa acara lainnya hanyalah kumpulan video YouTube yang bertema sama (yang masih berhubungan dengan islam), dan beberapa acara lainnya (dan yang ini yang menurut gue menyebalkan) adalah acara yang sehari-hari biasa ada di televisi tetapi diselipkan bacaan suci di beberapa segmen. Ada yang bisa dinikmati, ada juga yang tidak.

Tapi tunggu, bagaimana dengan penduduk kristen, misalnya, (atau bahkan muslim) yang tidak ingin menonton seseorang solat dalam air atau acara bertema islami lainnya? Silahkan ganti ke tv kabel atau lakukanlah hal lain. Bhinneka Tunggal Ika, kawan.

Bhinneka Tunggal Ika, kawan



Slap A Sticker Here and There

Sama halnya dengan acara televisi, iklanpun tidak terhindar dari “islamisasi”. Ambil iklan yang biasa ada sehari-sehari, ganti suasana iklan menjadi suasana Ramadhan, ganti pakaian bintang iklan yang ada dengan pakaian bernuansa muslim dan selamat! Anda telah menghasilkan iklan Ramadhan!

Selain iklan tersebut, terdapat juga iklan yang terdiri dari beberapa episode yang entah kenapa terkadang sudah menampilkan suasana lebaran terlebih dahulu padahal masih di pertengahan bulan Ramadhan.


Reunion, Sahur on The Road, and That Kind of Stuff

Acara favorit orang-orang yang sering teriak “kangen” pada teman sepermainannya padahal baru lulus UN beberapa menit yang lalu. Gue pribadi belum pernah mengikuti acara macam ini karena (sama sekali) tidak tertarik sehingga tidak bisa banyak berkomentar. Intinya sih, acara ini adalah makan-makan bersama kawan-kawan dari satu titik ke titik lain sambil memberikan makanan ke orang miskin yang ada di jalan, kira-kira begitu. Tapi terkadang bisa jadi seperti ini.

Anti-social? Nah, I’m just prioritising my time. Now fuck off (after you read this whole post).

Omong-omong, bocah yang kecelakaan hingga menghilangkan nyawa penumpang mobil yang dia bawa apa kabarnya, ya?


Home Sweet Home

Mudik, adalah suatu kebiasaan (yang katanya hanya ada di Indonesia) dimana para perantau yang berada di kota besar (biasanya Jakarta) kembali ke kampung halaman masing-masing. Sebagai mahasiswa yang merantau dari Jakarta ke Jatinangor, gue mengerti perasaan mereka. Kembali ke rumah, bertemu orang tua, yah, memang menyenangkan. Serta Jakarta yang menjadi sepi, memang menyenangkan.

TAPI, pelaksanaannya teramat berantakan. Pelabuhan terlalu penuh, stasiun terlalu penuh, hingga terminal bis serta kendaraan umum di masing-masing tempat sering melebih kapasitas. Itu baru kendaraan umum, kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor turut memenuhi jalan-jalan ke luar kota, baik jalan tol maupun jalan alternatif. Macet hingga berhari-hari? Sudah biasa. Korban jiwa (hingga melebihi angka 666)? Sudah biasa.



Dukungan dari pemerintahpun terlihat minim (seperti biasa) tapi rasanya gue gak perlu berkomentar banyak mengenai yang satu ini.

Gue benar-benar bersyukur gak perlu terjebak kebiasaan yang satu ini, karena baru terjebak macet satu jam di Jakarta saja sudah membuat gue mual, entah bagaimana kalau enam jam (lebih).

Keep safe, people. Keep safe. 


 

As Quick as A Lightning (Kind of)

Pesantren Kilat *efek suara petir*

Merupakan suatu  event  yang sering dilaksanakan sekolah atau suatu institusi dalam memenuhi kebutuhan beragama anak-anak hingga dewasa. Mau dilaksanakan di sekolah maupun di suatu tempat yang tidak terlalu jauh, intinya tetap sama: Mengisi hari dengan kegiatan dan ilmu islami + outbond (it’s the only part I like) + usaha seorang ustad dalam membuat peserta pesantren menangis di malam hari (wait- what?).

Kurang-lebih sudah lima kali gue menjalani pesantren dan pengalaman gue dapat gue simpulkan dalam satu kata: Bosan.

It’s like doing the same thing over and over again yearly. Oh, wait- IT IS!

Some enjoyed it and some didn’t. Guess which category I was in.

Then again, I was forced to do that kind of thing.


Money Money Money

Ada yang memanjat  tower  SUTET karena suaminya tidak memberikan uang yang cukup untuk membeli baju lebaran. Ada yang merampok agar memiliki uang yang cukup untuk membeli barang baru. Ada warga yang berbondong-bondong mendatangi suatu bazar di daerahnya untuk membeli pakaian bekas agar mendapatkan pakaian baru untuk dipakai di Hari Raya nanti. Dan lain-lain.
Memang banyak diskon di sana-sini, dari 20% hingga 80%. Tapi untuk apa?

Calm your ego, if your clothes and stuffs are still good, then just use it again.


Things for Later

“Lebaran sebentar lagi...”

“Sebentar” merupakan kata yang subjektif, tapi satu hal yang pasti: sekarang belumlah lebaran.

Selain di saat berpuasa, ada juga kebiasaan yang terjadi di hari H lebaran. Nah, yang satu ini akan gue bahas di lain kesempatan. Semoga.


Jadi, adakah suatu kebiasaan Ramadhan yang gue lewati? Atau ingin berkomentar mengenai isi postingan ini? That’s what comment section for, buddy.


sumber gambar: Google Image Search

No comments:

Post a Comment