Saturday, June 8, 2013

Let us drink tonight for...

The missing cat.

The tasteless fair.

The hormones.

The sudden smile.

The so-close-yet-so-far stray kitten.

The assignments.

And the last but not least:

The headache.

Cheers.

Tuesday, June 4, 2013

"Harits Harits, Besok Gede Mau Jadi Apa?"



SD kelas satu. Waktu itu (dan sampai sekarang) hobi gue adalah menggambar. Kalau ditanya cita-citanya apa, gue waktu itu menjawab mantap “Arsitek!”. Beberapa saat pernah juga menjawab dengan lantang “Mekanik!” karena doyan ngotak-ngatik Tamiya (hahaha I know, right?) dan berbagai macam mainan (bahkan benda) eletronik lainnya.

Berbeda lagi saat kelas lima SD. Pada pelajaran bahasa Indonesia, pernah diberikan tugas untuk membuat komik. Komik yang waktu gue beri judul “Kejahatan” dan berkisah tentang perampokan suatu bank yang akhirnya digagalkan polisi mendapatkan nilai A- (hanya karena belum diwarnai), membuat gue tertarik untuk menjadi seorang komikus atau animator.

Saat masuk SMP, cita-cita gue gak terlalu berubah, hanya saja lebih terfokus dan yakin, yaitu menjadi seorang Character Designer. Kingdom Hearts II. Roxas, seorang karakter ciptaan Tetsuya Nomura inilah yang membuat gue tertarik untuk memilih pekerjaan tersebut. Hal tersebut memotivasi gue untuk terus menggambar, menggambar, menggambar, dan terus menggambar.

Kemudian... ah, masa SMA. Masa dimana gue menanggalkan cita-cita gue untuk menjadi seorang arsitek dan mekanik karea berhadapan dengan kacrutnya sistem pendidikan. Apa lagi kalau bukan permasalahan pemilihan jurusan (IPA, IPS, atau Bahasa). Masa dimana gue sejenak melupakan cita-cita gue, tetapi tetap melanjutkan hobi yang sudah gue cintai sejak SD. Masa dimana gue menyentuh permukaan “dunia nyata” dan fakta bahwa betapa kacrutnya “dunia nyata” tersebut.

Lulus SMA dan—menyesuaikan dengan dunia perkuliahan—gue menambah satu cita-cita lagi: jurnalis. Awalnya gue ingin menjadi seorang jurnalis karena tertarik untuk mengantarkan suatu kebenaran pada orang banyak. Selain itu gue juga suka menulis (blog ini contohnya). Tapi, di pertengahan semester, gue menetapkan (setidaknya untuk saat ini) cita-cita gue: menjadi seorang jurnalis video game.

Kenapa jurnalis video game? Sederhana saja, gue ingin mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan yang gue suka. Dan video game adalah salah satu dari sekian banyak hal yang gue suka. Seenggaknya, kalau pekerjaannya berat nanti, gue tetap semangat karena melakukan hal yang gue suka. Dan dibayar. Begitulah.

Gue sangat anti untuk kerja di dalam sebuah cubicle, menuruti perintah satu arah dari atasan, dan berbagai hal yang berhubungan dengan kerja kantoran. Gue ingin mengerjakan suatu hal yang berbeda, mengerjakan apa yang gue suka, dibayar untuk mengerjakan apa yang gue suka.

Untuk sekarang, segini aja dulu.

Friday, May 31, 2013

Surgeon Simulator: The Review



 
Sebuah game dari Bossa Studio di PC untuk mahasiswa kedokteran, calon dokter, maupun yang ingin tahu apa rasanya menjadi dokter. Tadinya game ini merupakan game Flash yang bisa dimainkan langsung di browser maupun diunduh secara gratis di sini. Beberapa saat kemudian, muncullah versi upgrade dari game ini yang dapat diperoleh melalui Steam. Apa saja perubahan yang ada ada? Well, that’s why I’m reviewing this one heck of a game.

Thursday, May 23, 2013

Welcome to (Fast and) Furious 6, Where Physics Don't Matter and You Know The Asian Guy Is Dead

Let's guess who's dead and who's not


Mengejutkan, itulah kata yang tepat untuk mendeskripsikan film Fast and Furious yang keenam ini. Setelah kecewa dengan si botak Bruce Willis di A Good Day to Die Hard dan si botak Dwayne “The Rock” Johnson di GI Joe: Retaliation (karena dua film tersebut berada pada genre yang sama—action), duo botak Vin Diesel dan Dwayne Johnson di Fast and Furious 6 (Furious 6) ternyata sangat memuaskan ekpektasi.

Saturday, May 18, 2013

What I Talk About When I Talk About "Love"


Cinta. Atau itulah yang mereka sebut.

Tertarik dengan seseorang, kemudian mendekati orang tersebut (baca: pedekate), cari apa yang dia suka, kemudian “tembak”. Kalau ditolak maka ada dua pilihan: menjauh, atau mencoba dari awal baik dengan orang yang sama atau dengan yang baru.

Kalau diterima? Masuk ke tahap “pacaran”. Berbicara menggunakan aku-kamu, mengerti apa kemauan pasangan hanya dengan sedikit kata (baca: kode) atau bahkan tidak berbicara sama sekali. Keluar pada malam Minggu untuk entah ngapain (menggunakan uang orang tua, pastinya). Merayakan hari jadi atau yang biasa disebut “Anniversary”... setiap bulan. Dan berbagai macam hal lainnya.

Kalau ada yang salah, kalau ada yang merasa kurang cocok, kalau ada yang bosan, kalau ada entah apa alasan lainnya, maka putus. Menanggalkan label. Untuk mencari lagi yang baru. Untuk mengulangi lagi prosesnya. Atau terkadang, kembali ke orang yang sama.

Wednesday, May 15, 2013

Envy


Iri.
 
Gue iri.

Gue iri dengan mereka yang sudah tidak perlu terjebak di dalam sistem pendidikan (karena sudah terjebak di sistem lainnya).

Gue iri dengan mereka yang sudah tidak perlu terjebak di dalam kebosanan kelas (karena sudah terjebak di dalam kebosanan tempat kerja).

Haha.

But seriously, separah-parahnya mereka terjebak di dalam kebosanan kantor, mereka sedang melakukan hal yang mereka sukai... atau karena gajinya tinggi... atau mungkin dua-duanya? What a lucky bastard.

Melihat orang-orang yang dapat melakukan suatu hal yang orang lain inginkan.

Melihat orang-orang yang dapat menciptakan suatu hal yang orang lain tak pikirkan.

Melihat orang-orang yang dapat mendapatkan suatu hal yang orang lain inginkan.

Iri.

Ya, gue iri.

Sedangkan gue? Masih dalam proses, masih dalam pembentukan. Mungkin postingan iri ini merupakan contoh kalau gue masih belum siap untuk masuk ke dalam dunia kerja. 

Mungkin.

Tapi untuk sekarang, gue iri.