Thursday, February 21, 2013

Django (The D is silent) Unchained: Movie Review



Sebuah film dimana saat melihat trailer-nya untuk pertama kali, hype-meter gue langsung maksimal karena gak lain dan gak bukan sutradara film ini adalah Quentin Tarantino.

Sebelum menonton film ini, gue sarankan untuk menonton beberapa filmnya yang terdahulu seperti Pulp Fiction, Kill Bill (Vol. 1 & 2), dan Inglourious Basterds agar terbiasa dengan cara penyampaian film ala Quentin Tarantino.

Oke, mari kita mulai saja review-nya.


Djangooooooooo~
 
Pertama, cerita tentang Django Unchained dulu:

Film ini ber-setting pada tahun 1858 dan mengambil tema perbudakan orang kulit hitam. Django (Jamie Foxx) sebagai salah satu budak, dibebaskan oleh seorang dokter gigi berdarah Jerman, Dr. King Schultz (Christoph Waltz) yang berubah haluan menjadi seorang bounty hunter (pemburu hadiah, dimana yang diburu adalah manusia dan hadiahnya adalah uang). Schultz sendiri membebaskan Django untuk membantunya dalam berburu target buruannya, setelah selesai, Schultz memberikan Django bantuan untuk mencari istrinya, Broomhilda (Kerry Washington).

Untuk yang penasaran, antagonis utama di film ini adalah Calvin J. Candie, seorang pengusaha yang memiliki hobi untuk mengadu budak kulit hitam dalam suatu pertarungan yang disebut “Mandingo Fight” yang diperankan dengan amat brilian oleh Leonardi DiCaprio dan Stephen, seorang pelayan turun temurun dalam keluarga Candie yang dengan sangat menyebalkannya diperankan oleh Samuel L. Jackson.

"You had my curiosity, now you have my attention"
  
Sekarang, mari kita membahas filmnya:

Tema yang diambil (perbudakan kulit hitam) mungkin agak asing untuk banyak orang Indonesia karena sedikitnya pembahasan terhadap masalah tersebut di sini, tapi hal itu tidak akan membuat kita sampai kebingungan untuk menikmati film ini. Simpulkan saja seperti ini: Orang kulit hitam dianggap lebih rendah dan kalau tidak menjadi budak, hanya bisa menjadi pelayan—tentunya dengan perlakuan yang berbeda. Plot filmnya sendiri dapat dengan mudah dimengerti.

Terdapat adegan kekerasan yang ditampilkan dengan sangat jelas di film ini. Tetapi dengan sinematografi khas Quentin, darah bercipratan dan teriakan kesakitan menjadi sesuatu hal yang menarik disimak dan bahkan dapat dianggap lucu. Setidaknya buat gue seperti itu.

Dialog dan interaksi antar tokoh juga menjadi hal yang menarik disimak. Untuk hal ini, akting Chris Waltz dan Leonardo DiCaprio patut diacungi banyak jempol. Mereka dapat menampilkan sifat dari masing-masing karakter dengan sangat baik dan khas. Sayangnya, akting Jamie Foxx yang berperan sebagai karakter utama kalah dibandingkan kedua aktor tersebut.

Walaupun begitu, hal itu terbayar dalam adegan-adegan aksi dan one-liner yang dilontarkan oleh Django karena dalam adegan terssbut, Django digambarkan sebagai seorang badass.

"I like the way you die, boy!"


Musik di film ini juga menjadi hal yang menonjol. Musik-musik yang disajikan, walaupun ada beberapa musik yang dirasa kurang sesuai dengan settingan waktu,  tetap menyenangkan untuk didengar bersamaan dengan adegan yang sedang berlangsung.

Dari awal hingga akhir, ini adalah film yang membangun adegan demi adegan hingga mencapai  klimaks dengan amat baik. Jumlah adegan aksi yang ada terasa cukup dan dialog antar tokoh dikemas secara rapi dan menarik.

Kalau sebelumnya pernah menonton (dan menikmati) film-film Quentin lainnya, dapat dipastikan lo akan segera menikmati film ini dan akan terus teringat saat keluar dari bioskop hingga—mungkin—membuat review untuk film ini.

Untuk yang belum pernah menonton film khas Quentin, ini adalah saat yang tepat untuk masuk ke dalam dunia sinematografi ala Quentin Tarantino dan menikmati dialog menakjubkan dan adegan kekerasan tanpa perlu berteriak “ERGH!! APA INI!?!?”.








p.s. di film ini, lo akan melihat tititnya Jamie Foxx, sekian.

No comments:

Post a Comment