Wednesday, May 15, 2013

Decision Decision

Pada jam 08.00 hari ini (15 Mei 2013) di Bale Santika, diadakan sebuah acara dengan nama Sosialisasi Peminatan Fikom Angkatan 2012. Acara apakah itu? Jadi begini...

Di Fikom Unpad ini, setiap memasuki semester tiga, suatu angkatan diberi tiga pilihan jurusan (sekarang disebut prodi—yang entah artinya apa). Jurusan yang dapat dipilih adalah Manajemen Komunikasi, Public Relation (Hubungan Masyarakat), dan Jurnalistik. Masing-masing jurusan memiliki mata kuliah, cara merangkul mahasiswa, dan prestasi tersendiri.

Berbeda dengan penjurusan di SMA, yang menentukan pilihan di Fikom ini adalah kita. Benar-benar kita sendiri. Cara memilihnyapun mudah, tinggal isi  formulir yang diberikan, dikembalikan ke SBA (atau Tata Usaha jika di SMA), dan... selesai. Mudah, kan?

Memilih memang mudah, tetapi menentukan pilihan? Belum tentu.

Gue sendiri sih udah tau jurusan apa yang akan gue pilih. Yaitu jurnalistik.

Kenapa jurnalistik?  Karena kalau dibandingkan dengan jurusan yang lain, jurnalistik merupakan pilihan yang tepat untuk gue (menurut gue). Selain itu, untuk memenuhi cita-cita gue yang sekarang, yaitu menjadi seorang jurnalis video game dan hobby, maka gue merasa jurusan jurnalistik merupakan jurusan yang tepat (sekali lagi, menurut gue).

Oh, mengenai jurnalistik, mungkin terdengar subjektif, tapi di sosialisasi tadi gue merasa mereka memberi presentasi yang paling jujur. Mereka menunjukkan bagaimana kerasnya dunia (perkuliahan) jurnalistik tanpa membangga-banggakan kelebihan mereka, tanpa memberi janji-janji dan keramahan palsu. Tapi itu menurut gue, ya. 

Tapi itu menurut gue, entah gimana kenyataannya.

Kenyataan yang gue maksud di sini tidak lain dan tidak bukan adalah osjur (ospek jurusan). Mungkin akibat ospek-ospek yang sudah pernah gue lewati, gue menjadi paranoid setiap mendengar kata “ospek”.

Oleh karena itu, untuk sekarang ini, gue akan menurunkan ekspektasi dan berharap mereka (senior) akan menyambut gue (kita?) dengan drama (lagi) saat di jurusan tersebut nantinya.

Saturday, May 11, 2013

One of The Question I'll Probably Ask God Sometimes Later



Kita terlahir tanpa keinginan untuk terlahir. Kita terlahir tanpa tahu apa tujuan kita terlahir.


Dua hal tersebut hanyalah contoh kecil tentang keindahan—sekaligus kutukan—dari kehidupan.



Jadi, untuk apa kita terlahir? Mengikuti sedemikian banyak aturan yang sudah direvisi beratus-ratus kali, tenggelam dalam adat yang sudah tercampur-aduk oleh jutaan adat lainnya, hingga mengikuti etika hasil pengalaman berjuta-juta tahun, untuk apa?


Bukannya tidak mensyukuri kondisi gue yang sampai saat ini (masih) hidup, tapi seiring dengan berjalannya waktu, otak yang makin terproses, dan dunia yang terus berubah, gue merasa sah-sah saja mempertanyakan hal ini:



“Apa tujuan kita hidup?” 



Untuk apa kita mengikuti sedemikian tahap dalam hidup untuk diakhiri dengan kematian?


Untuk apa kita memasang suatu target dalam hidup untuk diakhiri dengan kematian?


Untuk apa membuat banyak pilihan dengan berbagai konsekuensi untuk diakhiri dengan kematian?

Jadi, apa?

Saturday, May 4, 2013

Malam Minggu dengan Teh Hangat dan SUM 41



Kita lahir untuk belajar. Kemudian kita belajar hal yang lebih tinggi, untuk kemudian belajar yang lebih tinggi lagi, lagi, lagi, dan lagi untuk selanjutnya bekerja, berusaha bertahan hidup di dalam rutinitas, untuk kemudian mati. Dan selesai.

Bohong kalau gue bilang gue gak takut. Tapi bukan kematian yang gue takuti (‘cause the reason we live is to die, no?). Tapi rutinitias. Mengikuti suatu arus berputar-putar untuk sama dengan  bermacam manusia lainnya, untuk menyesal di hari akhir nanti.

Dari awal kita diseragamkan. Dari pakaian hingga pikiran.

Itu yang gue takuti, untuk menjadi sama dengan yang lain. Jangan salah, gue menghormati orang-orang yang sudah bisa menghidupi kebutuhan mereka sendiri, apapun caranya—tanpa merugikan orang lain, pastinya. Gak seperti gue yang (sejauh ini) masih menjilati keringat orang tua.

Tapi kalau bisa (dan harus bisa), gue gak mau hidup untuk bekerja. Gue mau bekerja agar gue bisa (bertahan) hidup. Pekerjaan yang gue kerjakanpun harus yang gue suka dan gak merugikan orang lain. Banyak maunya, ya? Gak apa-apa, mumpung masih mahasiswa, mumpung idealisme masih tinggi.

Gue gak takut menjadi tua, selain karena wajah gue yang memang sudah visioner, gue lebih suka suatu hari nanti bernostalgia masa kecil dengan melihat tingkah anak-anak gue, bukan ngerengek tentang bagaimana gue “Pengen jadi anak kecil lagi!”. Bukankah kita yang waktu kecil dulu ingin cepat besar? Kok sekarang malah jilat ludah sendiri?

Dan saat meninggal nanti, gue ingin meninggal dengan keadaan terdamai yang gue bisa. Meninggal setelah ortu gue meninggal dan sebelum anak gue nanti meninggal. Diakhiri dengan ciuman di kening oleh seseorang yang gue cintai atau yang mencintai gue.

Wednesday, April 10, 2013

Mangas I've Been Reading for The Past Few Weeks

Cut to the chase, berikut beberapa online manga (baca: mangga) yang untuk beberapa minggu terakhir ini dengan semangatnya gue baca.

Yah, posting-an ini sekaligus menjadi sebuah rekomendasi bacaan.

Gue peringatkan sebelumnya, manga yang gue rekomendasikan di sini ada yang sadis, ada yang "dewasa", dan ada yang absurd. Tapi tiap manga memiliki keunikan masing-masing hingga (menurut gue) patut untuk dibaca. Selain itu, berhentilah menjadi makhluk yang teramat sensitif yang tingkat sensitivitasnya jauh lebih tinggi dibanding seorang cewek yang kerjaannya cuma meng-retweet tentang cinta-cintaan di Twitter.

Anyway, here's the list:
 

Thursday, April 4, 2013

Beauty, Argument, & #UrusAjaUrusanLo

Disclaimer: Apa yang ada di posting-an ini merupakan hasil pikiran gue (yang sok tau) tanpa riset sedikitpun. Jika ada kesalahan fakta, berarti gue butuh lebih belajar lagi. Hal tersebut juga menunjukkan kalau gue tidak sempurna karena memang, kesempurnaan hanya milik Allah SWT #SPON

Twitter memang bukan tempat yang bisa dibilang tepat untuk mengeluarkan suatu pendapat yang berujung pada suatu debat. Keterbatasan 140 karakter (gue gak menggunakan twitlonger atau sejenisnya) merupakan sebuah kendala utama jika ingin berdebat di Twitter.

Posting-an ini hanya sekedar iseng sekaligus untuk menyimpan kenangan gue berdebat di Twitter yang satu ini.

But if you're offended, then I'm not responsible, you're the one who choose to be offended.


Saturday, March 30, 2013

How Holy Is You Holiday?



“Ada gak sih orang yang benar-benar menikmati hari liburnya?”

Sebagai seseorang yang kurang bisa menikmati hari libur, gue sering menanyakan pertanyaan tersebut.

Kenapa gue bisa sampai tidak bisa menikmati hari libur? Mari gue kenalkan kepada apa yang orang-orang biasa sebut dengan “rutinitas” dan “pekerjaan rumah/tugas”